When I Was Your Man #2

FLASHBACK

Joo-ahn yang masih berseragam sekolah delapan tahun yang lalu membawa satu kantong plastik yang berisi apel segar yang dibawakan oleh neneknya dari kebun keluarga di desa. Sebagian buah apel itu akan diberikan kepada Ji-hyun, tepat pada hari perayaan satu tahun mereka berpacaran.

Hari itu tepat dua hari setelah pertengkaran hebat antara Joo-ahn dan Ji-hyun di depan sekolah mereka. Joo-ahn menyesal dan ingin minta maaf kepada Ji-hyun atas semua perkataan kasarnya. Maka dari itu, Joo-ahn mengunjungi rumah Ji-hyun.

Pintu rumah terbuka. Joo-ahn berdiri di depan pintu rumah yang terbuka. Nampaknya, keluarga Ji-hyun sedang kedatangan tamu penting. Joo-ahn berdiri sambil menunggu tamu itu pulang.

"Ji-hyun, hari ini keluarga Nam datang ke rumah kita. Aku yang mengundangnya. Ayo beri salam kepadanya," ucap ayah Ji-hyun.
"Halo, apa kabar?" ucap Ji-hyun sambil duduk di atas sofa.
"Wah, sudah lama aku tidak berkunjung ke rumah ini! Sudah lama juga sejak Il-hwa meninggal," ucap ayah Sang-ho.
"Iya, sudah lama sekali," ucap ayah Ji-hyun.
"Ini Sang-ho," ucap ayah Sang-ho.
"Aku dengar, mereka bersekolah di sekolah yang sama," ucap ayah Ji-hyun.
"Iya, aku juga sudah dengar kabar baik itu. Ah, akhirnya kita bisa mewujudkan keinginan kita. Ternyata anak kita memiliki jenis kelamin yang berbeda," ucap ayah Sang-ho.
"Appa," ucap Sang-ho.
"Ji-hyun, minggu depan pergilah bersama Sang-ho. Aku mempunyai dua tiket untuk menonton teater dan kupon makan malam," ucap ayah Sang-ho.
"Ah, appa!" ucap Sang-ho lagi.
"Kamsahamnida ahjussi," ucap Ji-hyun sambil menerima sebuah tiket teater.

Joo-ahn kaget mendengar percakapan itu. Tidak sengaja, kantong plastik yang dipegangnya jatuh dan dia segera mengambilnya.

Ji-hyun melihat sosok Joo-ahn tidak sengaja melalui jendela rumahnya. Ji-hyun segera keluar sebentar dari dalam rumahnya untuk menemui Joo-ahn.

"Joo-ahn, kami gila apa?" bisik Ji-hyun sambil memukul lengan mantan pacarnya itu.
"Memangnya aku tidak boleh sekali saja datang kesini?" tanya Joo-ahn.
"Kamu gila apa? Ayahku tidak menyukaimu. Kenapa kamu masih muncul di depan rumahku?" tanya Ji-hyun.

Ji-hyun menarik lengan Joo-ahn dan berjalan sebentar menjauhi rumah Ji-hyun. Ji-hyun melepaskan tarikannya dan mempersilahkan Joo-ahn untuk berbicara kepadanya.

"Katakan, ada apa menemuiku? Bukankah kamu tidak ingin berurusan lagi denganku?" tanya Ji-hyun.

Jo-ahn memeluk tubuh Ji-hyun dengan erat, tetapi Ji-hyun langsung melepaskan pelukan itu dengan mendorong dada Joo-ahn.

"Maafkan aku. Aku salah telah berkata kasar kepadamu dua hari yang lalu. Aku ingin minta maaf kepadamu," ucap Joo-ahn.
"Apa perlu aku menerima permintaan maafmu?' tanya Ji-hyun.
"Apa katamu?" balas Joo-ahn.
"Aku tidak mau memaafkanmu. Bahkan, kalau kita bertemu di masa depan, aku tidak akan mau memaafkanmu. Sekarang, aku ingin memulai kisahku yang baru," ucap Ji-hyun.
"Jadi, kamu ingin bersama anak itu?" tanya Joo-ahn.
"Yang jelas, orang itu tidak pernah berkata kasar kepadaku dan membentakku!" ucap Ji-hyun.

Ji-hyun berjalan ke dalam rumahnya, lalu menutup pagar rumahnya dan menggemboknya. Joo-ahn berdiri sambil memegang kantong plastik berisi buah apel dan kesal.

***

"Bersadarkan diagram yang sudah aku buat, terdapat kenaikan persentase sebesar 5% untuk produk tas punggung model terbaru kita dibandingkan dengan persentase minggu lalu, sedangkan ada penurunan persentase sebesar 3% untuk produk tas punggung anak-anak yang diluncurkan tiga bulan lalu. Seperti rencana awal kita, produk tas punggung anak-anak itu memang hanya akan diminati pada musim panas saja," ucap Joo-ahn.

Ji-hyun mencatat apa yang dipresentasikan oleh Joo-ahn, atasannya. Manajer memintanya untuk mencatat isi presentasi pada hari ini bersama Mi-yeon.

"Bagaimana dari tim desain produk?" tanya manajer Jang.

Wanita bernama Go In-ha berdiri dari kursinya dan melanjutkan presentasinya. Sekarang giliran Joo-ahn untuk duduk setelah berdiri lama di depan ruang rapat.

"Tim desain sudah merencanakan produk tas wanita terbaru untuk musim dingin dua bulan lagi. Ini adalah beberapa sketsa tas yang akan kami rancang nanti," ucap Go In-ha sambil mengganti halaman presentasi.

Setelah presentasi selesai, semua orang yang berada di ruang rapat keluar dan mulai bekerja pada tugasnya masing-masing kecuali Ji-hyun yang masih berada dalam tahap bimbingan satu bulan.

"Lee Ji-hyun, jadwalmu hari ini adalah pergi bersama ketua tim Kim untuk meninjau toko utama kita di daerah Myeongdong," ucap manajer Jang.
"Jam berapa kami akan berangkat?" tanya Ji-hyun.
"Jam sepuluh, setengah jam lagi. Sekarang, bersiaplah bersama tuan Kim. Setelah kalian selesai dari toko Myeongdong, kalian akan mengunjungi kantor pembuatan iklan tidak jauh dari daerah Myeongdong untuk bertemu dengan salah satu staf. Setelah itu, pergilah makan siang dengan tuan Kim," ucap manajer Jang.
"Apa yang harus aku persiapkan?" tanya Ji-hyun.
"Bawa saja semua dokumen yang diperlukan untuk klien," ucap manager Jang.
"Baiklah, aku mengerti," ucap Ji-hyun.

Ji-hyun berjalan meninggalkan ruang kerja manajer Jang menuju ruang kerja tim marketing. Ji-hyun merapihkan meja kerja barunya dan memasukan beberapa alat tulis ke dalam tasnya. Setelah itu, Ji-hyun berjalan ke arah meja kerja Joo-ahn.

"Ketua, apa yang harus aku bawa nanti?" tanya Ji-hyun.
'Bawa semua dokumen ini!" ucap Joo-ahn sambil memebrikan setumpuk dokumen yang entah apa isinya.
"Sebanyak ini?" tanya Ji-hyun.
"Tentu saja tidak! Sekarang, selama masih ada waktu, tolong kamu pilihkan mana dokumen yang berhubungan dengan proyek iklan baru kita seperti surat perjanjian asli, proposal asli, dan sebagainya. Sekarang, aku akan mengecek file yang ada di dalam flash disk dulu," ucap Joo-ahn.
"Baik," ucap Ji-hyun.

Ji-hyun berjalan ke meja kerjanya sambil mengelus dadanya. Baru hari pertamanya bekerja di kantor utama, dirinya sudah kena marah oleh ketua tim. Ji-hyun jadi mepasaran, apakah selama ini mantan pacarnya itu selalu bersikap seperti itu terhadap karyawan bimbingan?

"Tenang saja, ketua Joo-ahn adalah orang yang ramah dan hangat. Dia terbuka terhadap masukan-masukan baru dan tidak mudah marah," ucap Mi-yeon yang meja kerjanya persis di sebelah meja kerja Ji-hyun.

"Apa katamu? dia ramah dan hangat? Apakah aku tidak salah dengar?" tanya Ji-hyun sambil membaca semua dokumen yang diterimanya.

"Kamu tidak salah dengar! Memangnya, kalian sudah kenal sebelumnya? Rasanya, ketua tidak pernah memarahi orang yang baru saja bertemu dengannya," ucap Mi-yeon.

"Dia... dia adalah mantan pacarku delapan tahun yang lalu," ucap Ji-hyun sambil membaca dokumen.
"Apa?" ucap Mi-yeon.
"Ssstt.. tolong jangan bilang siapa-siapa," ucap Ji-hyun.
"Baiklah," ucap Mi-yeon.

[Kim Joo-ahn]
Ji-hyun, jam 10 tepat kamu sudah harus berada di parkiran. Kita akan segera berangkat. Jangan lupa dokumennya,

Ji-hyun melihat jam tangannya setelah menerima pesan itu. Waktu hanya tersisa lima menit lagi, sedangkan masih ada beberapa dokumen yang belum selesai dibacanya. Ji-hyun tidak ingin terlihat bodoh di hadapan atasannya itu. Maka dari itu, Ji-hyun harus bisa mencerna isi dokumen itu secara cepat kalau saja Joo-ahn bertanya-tanya padanya.

***

Joo-ahn sudah berdiri di depan perusahaan dua menit sebelum jam 10 tepat. Sekarang, waktu sudah menunjukan pukul 10 tepat, tetapi asisten tim marketing Ji-hyun belum muncul juga.

Joo-ahn masih berdiri sambil memegang kunci mobil. Akhirnya, Ji-hyun muncul pada pukul 10 lewat tiga menit.

"Hei Ji-hyun, kenapa kamu baru muncul?" tanya Joo-ahn.
"Maafkan aku ketua, tadi liftnya penuh sekali," ucap Ji-hyun.
"Alasan apa itu? Seharusnya kamu menekan tombol lift lebih awal. Sudahlah, ayo kita berangkat!" ucap Joo-ahn.

Kedua orang itu masuk ke dalam mobil perusahaan yang akan dikendarai oleh Joo-ahn. Ji-hyun dan Joo-ahn memakai sabuk pengaman mereka sebelum mobil perusahaan melaju.

"Apakah kamu sudah membawa semua yang aku minta tadi?" tanya Joo-ahn.
"Aku sudah membawa proposal, perjanjian, lembaran deskripsi produk, dan isi presentasi tadi pagi yang akan kamu berikan kepada pemimpin toko utama," ucap Ji-hyun.
"Kerja yang bagus," ucap Joo-ahn.

Joo-ahn menyetir tanpa melihat sosok Ji-hyun yang duduk di sampingnya. Walaupun lampu lalu lintas berwarna merah, tetap saja Joo-ahn tidak melihat sosok asistennya itu.

"Mau minum? Aku ada air minum di kursi belakang," ucap Joo-ahn tampa menatap wajah Ji-hyun.
"Terima kasih ketua," ucap Ji-hyun.

***

Setelah mengunjungi dua tempat pada hari yang sama, akhirnya Joo-ahn memarkirkan mobilnya pada sebuah restoran kecil yang sudah pernah didengarnya. Joo-ahn penasaran bagaimana rasa masakanannya dan akhirnya pada hari ini dia mengunjungi tempat itu bersama Ji-hyun.

"Mau pesan apa?" tanya Joo-ahn sambil membaca buku menu.
"Aku ingin pesan bulgogi saja," ucap Ji-hyun.
"Dua porsi bulgogi ukuran sedang dan dua gelas teh hangat," ucap Joo-ahn.
"Baiklah," ucap pelayan itu.
"Ketua, bagaimana kamu tahu kalau aku menyukai teh hangat dari pada teh dingin?" tanya Ji-hyun.
"Hei, kamu ini bagaimana sih? Kita kan dulu sering pergi bersama sepulang sekolah," ucap Joo-ahn.

Ji-hyun terdiam mendengar jawaban itu. Ji-hyun hanya memandang ke sekeliling meja makannya sambil menunggu pelayan datang. Jo-ahn juga melakukan hal yang sama.

"Kenapa kamu memilih untuk makan siang di tempat ini?" tanya Ji-hyun spontan.
"Kenapa? Kamu tidak suka? Karena aku yang bayar, jadi aku berhak menentukan," ucap Joo-ahn.
"Ah, bukan begitu maksudku," ucap Ji-hyun.

Setelah Ji-hyun selesai mengucapkan jawaban dari pertanyaan Joo-ahn, seorang pria turun dari lantai atas restoran ini. Joo-ahn kaget melihat sosok pria itu.

"Ji-hyun? Apa kabar?" tanya pria itu.
"Nam Sang-ho?" ucap Ji-hyun kaget.
"Ini adalah restoran pamanku. Aku bekerja disini," ucap Sang-ho.
"Oh," jawab Ji-hyun.
"Kamu?" tanya Sang-ho.
"Dia adalah Joo-ahn," ucap Ji-hyun.
"Kalian berhubungan kembali?" tanya Sang-ho.
"Apa? Oh, kebetulan kami bekerja pada perusahaan yang sama. Sebelumnya, aku bekerja pada kantor cabang di Daejeon dekat rumah kakekku. Mulai hari ini, aku dipindahkan ke kantor utama karena kantor utama memerlukan asisten ketua tim baru," ucap Ji-hyun.
"Walaupun kalian berdua satu perusahaan dan tidak ada hubungan, tetapi kalau kalian makan siang bersama, orang lain bisa salah sangka," ucap Sang-ho.
"Hei, apakah kamu berpikir yang tidak-tidak?" tanya Joo-ahn kesal.
"Sang-ho, besok adalah hari peringatan meninggalnya ibuku. Apakah kamu akan menemaniku seperti dulu sebelum aku pindah ke Daejeon?" tanya Ji-hyun.
"Memangnya ada acara apa?" tanya Sang-ho.
"Hanya makan malam bersama di rumahku. Ketua mau ikut juga?" tanya Ji-hyun.
"Kamu bilang waktu itu.... Oh, nanti aku kabari ya, apakah aku bisa ikut atau tidak," jawab Joo-ahn.
"Kenapa? Tenang saja, tidak akan ada yang memarahi kedatanganmu lagi. Ayahku sudah meninggal satu tahun yang lalu," ucap Ji-hyun.
"Ya, nanti aku beri kabar padamu malam ini. Sekarang, makanan sudah datang," ucap Joo-ahn.
"Ya, kalian berdua silahkan makan! Aku akan kembali ke ruanganku diatas," ucap Sang-ho.

Sang-ho berjalan menaiki tangga menuju ruang kerjanya di atas, sementara Joo-ahn dan Ji-hyun menyantap pesanan mereka yang sama persis.

"Ketua, apakah kamu masih suka menyisihkan potongan bawang bombay?" tanya Ji-hyun.
"Aku tetap tidak suka bawang bombay," jawab Joo-ahn.

Joo-ahn memindahkan semua potongan bawang bombay menggunakan sumpit ke atas piring Ji-hyun. Ji-hyun sedikit senang karena orang yang berhadapan dengannya masih melakukan hal itu kepadanya, persis seperti delapan tahun yang lalu.

"Ketua," ucap Ji-hyun.
"Apa?" tanya Joo-ahn.
"Setelah ini, apakah aku ada tugas besar lagi?" tanya Ji-hyun.
"Untuk hari ini kita tidak akan mengunjungi tempat lain lagi. Kembalilah ke meja kerjamu. Lakukanlah apa saja yang ingin kamu lakukan sampai aku atau manajer membutuhkan bantuanmu." ucap Joo-ahn.
"Apa maksudmu?" tanya Ji-hyun.
"Kenapa kamu bingung? Jadi, kamu ingin aku beri tugas lagi?" tanya Joo-ahn.
"Tidak," ucap Ji-hyun.
"Kalau begitu, jangan bingung seperti itu!" ucap Joo-ahn.

Joo-ahn dan Ji-hyun melanjutkan makan siang mereka sebelum kembali ke kantor mereka. Sebelum mereka kembali, Joo-ahn tidak lupa membeli tteokbokki kesukaan adik bungsunya yang dijual pada toko di dekat restoran tempatnya membeli makan siang.

BERSAMBUNG.....

0 Comments