When I Was Your Man #1

Kim Joo-ahn berjalan di depan tempat kerjanya sambil memakai tas punggungnya. Lelaki berusia 20-an itu masih memegang sebotol air minum yang tadi dibelinya di mesin minuman. Lelaki itu minum beberapa teguk air putih sambil berjalan di trotoar.

Joo-ahn berjalan memasuki statiun kereta bawah tanah. Disampingnya, seorang wanita muda yang juga berusia 20-an berdiri untuk menunggu kereta bawah tanah yang sama dengan dirinya. Wanita itu membawa tas kecil berwarna hitam. Sesekali, wanita itu merapihkan rambutnya.

Kereta yang mereka tunggu akhirnya tiba. Kereta itu berhenti dan pintunya terbuka. Para penumpang yang akan turun dipersilahkan untuk turun terlebih dahulu sebelum ada penumpang yang baru. Setelah banyak penumpang yang turun, Joo-ahn dan wanita itu masuk ke dalam kereta bersama banyak orang yang ingin menumpang kereta itu.

"Maaf," ucap wanita itu. Wanita itu tidak sengaja menabrak lengan Joo-ahn.
"Oh, tidak apa-apa," ucap Joo-ahn.
"Ji-hyun!" teriak seseorang.
"Oppa," ucap wanita itu.
"Joo-ahn?" tanya seorang pria yang baru saja menyapa wanita bernama Ji-hyun.
"Maaf, kamu siapa ya?" tanya Joo-ahn.
"Kamu tidak mengenalku atau pura-pura lupa? Aku ini In-ho, teman di klub bulu tangkis kampus," ucap In-ho.
"Halo, apa kabar sunbae?" ucap Joo-ahn sambil membungkukan badan di hadapan seniornya itu.
"Ah, aku baik-baik saja. Kalian berdua saling mengenal?" tanya In-ho.
"Kami baru saja bertemu saat ini," jawab Ji-hyun.
"Joo-ahn, perkenalkan, ini adikku yang pernah aku ceritakan. Namanya Lee Ji-hyun," ucap Lee In-ho.
"Halo," ucap Ji-hyun.
"Lee Ji-hyun? Sepertinya aku pernah melihatmu sebelumnya," ucap Joo-ahn.
"Apakah kamu adalah Kim Joo-ahn?" tanya Ji-hyun.
"Darimana kamu mengenal namaku?" tanya Joo-ahn.
"Apa kabar? Aku me..." ucap Ji-hyun.
"Sunbae, aku turun dulu. Sampai bertemu lagi!" ucap Joo-ahn.
"Sampai bertemu lagi," ucap In-ho.

Joo-ahn berjalan menelusuri trotoar. Rumah keluarganya terletak tidak terlalu jauh dari stasiun bawah tanah, sehingga cukup berjalan kaki dari rumahnya menuju stasiun bawah tanah.

"Appa!" teriak Joo-ahn.
"Joo-han, sudah pulang kerja?" tanya ayahnya.
"Aku baru saja tiba disini. Eh, appa membawa apa? Sini, aku saja yang bawa belanjaannya," ucap Joo-ahn.
"Tidak apa-apa, ini tidak terlalu berat. Eomma minta appa untuk membeli daging sapi setelah appa pergi menemui teman appa," ucap ayahnya.
"Bagaimana keadaan toko hari ini?" tanya Joo-ahn.
"Ya, sama seperti biasanya," jawab ayahnya.

Joo-ahn dan ayahnya membuka pintu rumah mereka. Ibu Joo-ahn dan adik perempuan Joo-ahn menyamput kedatangan anak tertua keluarga Kim dan ayahnya.

"Appa!" ucap Min-ji.
"Dimana kakakmu yang satunya?" tanya ayahnya.
"Entahlah. Setelah pulang kuliah, dia menaruh tasnya di kamar, lalu pergi lagi. Mungkin ada pertemuan kelompok," ucap Min-ji.
"Sayang, apakah kamu sudah membeli daging untuk makan malam kita?" tanya ibunya.
"Tentu saja," jawab ayahnya.
"Kalian mandi saja. Sementara itu, aku akan memasak sup daging yang enak," ucap ibunya.
"Terima kasih eomma!" ucap Joo-ahn.

***

Malam yang sejuk. Semua anggota keluarga kecuali Tae-hwan sudah duduk di kursi makan. Ibu sudah menata isi meja makan seperti nasi, sup daging, kimchi, dan peralatan makan.

"Aku pulang!" ucap Tae-hwan.
"Tae-hwan, dari mana saja kamu?" tanya ayah.

Tae-hwan terlihat kotor. Bukan hanya terlihat kotor saja, tetapi terlihat seperti habis berkelahi dengan seseorang. Hal itu yang membuat ayahnya marah padanya.

"Ayah sudah membiayai kuliahmu, tetapi kamu malah pergi berkelahi. Inikah balas budimu?' tanya ayah.
"Ayah, aku berkelahi karena orang itu yang memulainya. Dia yang membuat semua kekacauan ini," ucap Tae-hwan berusaha membela diri.
"Apapun alasannya, appa tidak mau melihatmu berkelahi sekali lagi. Kalau kamu berkelahi sekali lagi, appa tidak mau menganggapmu sebagai anak dalam keluarga ini lagi!" ucap ayah.
"Appa tidak perlu mengkhawatirkan diriku lagi! Aku ini bukan anak kecil lagi! Aku bisa mengurus diriku sendiri. Lagi pula, apa pernah appa bangga kepadaku? Dari dulu selalu memarahiku," ucap Tae-hwan.
"Apa katamu?" tanya ayah.
"Sudahlah," ucap ibu.

Tae-hwan meninggalkan ruang makan dan naik ke lantai atas. Tae-hwan membuka pintu kamarnya dan merebahkan dirinya di atas kasurnya yang terletak bersebelahan dengan kasur milik Joo-ahn. Inilah salah satu hal yang paling dibenci oleh adik laki-laki dari Joo-ahn, yaitu harus berbagi kamar dengan orang lain. Tae-hwan merasa seperti tidak punya privasi sendiri.

"Tae-hwan," ucap Joo-ahn sambil membuka pintu kamar mereka.
"Hyung mau apa memanggilku?" tanya Tae-hwan yang sedang berbaring menghadap tembok kamar.
"Makanlah sup daging buatan eomma ini," ucap Joo-ahn.
"Aku tidak mau makan malam," ucap Tae-hwan.
"Hei, kamu tidak tahu bagaimana eomma berusaha membuat sup enak ini?" tanya Joo-ahn.
"Iya, nanti akan aku makan kalau moodku sudah baik," jawab Tae-hwan.
"Kamu kenapa berkelahi lagi?" tanya Joo-hwan.
"Hyung, aku berkelahi karena cinta. Aku benci melihat orang itu terus merayu orang yang ingin aku lindungi. Apakah hyung tidak pernah merasakan apa yang aku rasakan?" ucap Tae-hwan samil berbaring menghadap sosok kakaknya yang duduk di atas kasurnya.

Kim Joo-ahn hanya diam sambil duduk di atas kasur adiknya. Joo-ahn teringat akan sesuatu yang selama ini berusaha dilupakannya. Memori itu kembali mincul secara tiba-tiba dan menyadarkannya akan satu hal.

"Astaga!" ucap Joo-ahn.
"Ada apa?" tanya Tae-hwan kaget.
"Wanita itu..." ucap Joo-ahn.
"Wanita? Siapa yang hyung maksud?" tanya Tae-hwan.
"Tadi aku bertemu dengan wanita yang sangat cantik di kereta. Wanita itu manis juga. Ternyata, wanita itu adalah mantan pacarku delapan tahun yang lalu," ucap Joo-ahn.
"Maksud hyung, Lee Ji-hyun noona?" tanya Tae-hwan.
"Iya, dia orangnya! Ternyata, selama ini aku mengenal kakaknya dengan baik karena kami satu klub bulu tangkis di kampus dulu," ucap Joo-ahn.
"Mungkin, Tuhan ingin mempertemukan kembali kalian berdua," ucap Tae-hwan.
"Tidak! Aku sudah pernah bicara di hadapan wanita itu untuk tidak mau menjalin hubungan lagi dengannya setelah pertengkaran terakhir kami," ucap Joo-ahn.
"Hyung, berhati-hatilah saat berbicara. Bisa jadi, hal sebaliknya yang akan terjadi," ucap Tae-hwan.
"Ah, tidak mungkin!" ucap Joo-hwan dengan sangat yakin.
"Lihat saja nanti!" ucap Tae-hwan.
"Tae-hwan!" tegur Joo-ahn.

***

Seperti biasanya, Joo-ahn masuk kerja pada pukul delapan pagi. Pada pukul tujuh pagi, Joo-ahn sudah menyelesaikan sarapannya dan sudah bersiap dengan pakaian kerjanya yang rapih. Tak ketinggalan, Min-ji, adik bungsunya sudah siap dengan seragam sekolahnya. Kegiatan belajar mengajar akan dimulai pada pukul delapan pagi, sehingga kedua saudara kandung itu bisa berangkat menaiki kereta pada jam yang sama. Hanya Tae-hwan yang berpisah kereta karena tujuan yang berbeda. Kampus tempatnya mencari ilmu tidak searah dengan kakak maupun adiknya.

"Kami pergi dulu!" ucap Joo-ahn dan Min-ji.
"Tae-hwan, hari ini masuk kuliah jam berapa?" tanya ayah.
"Jam sebelas siang," jawab Tae-hwan.

Joo-ahn dan Min-ji berjalan bersebelahan menuju kereta bawah tanah. Kereta yang mereka tumpangi datang lima menit setelah mereka tiba di stasiun kereta.

"Selamat pagi," ucap wanita itu.
"Kamu lagi?" tanya Joo-ahn kaget.
"Kita bertemu lagi," ucap Ji-hyun.
"Ah, apa kabar eonni?" tanya Min-ji.
"Kamu Min-ji ya?" tanya Ji-hyun.
"Apakah eonni melupakanku?" tanya Min-ji.
"Ah, kita terakhir kali bertemu sudah delapan tahun yang lalu. Waktu itu kamu masih kecil," ucap Ji-hyun.
"Min-ji, berapa uang di saku rokmu? Bagaimana kalau kita menaiki taksi saja?" tanya Joo-ahn.
"Oppa," ucap Min-ji bingung.
"Joo-ahn, apakah kamu sudah ingat denganku? Kenapa kamu masih saja seperti terakhir kita bertemu? Itu kan sudah lewat delapan tahun," ucap Ji-hyun.
"Ayo Min-ji, kita turun saja di perhentian selanjutnya," ucap Joo-ahn.
"Tunggu! Apakah kita tidak bisa berteman saja?" tanya Ji-hyun.

Joo-ahn turun di perhentian kereta selanjutnya dan memanggil taksi di depan stasiun kereta bawah tanah.

***

"Teman-teman, hari ini kita akan kedatangan seorang anggota tim marketing baru yang dipindahkan dari kantor cabang di luar kota. Wanita itu sedang berada di kantor direktur dan sebentar lagi akan masuk ke dalam ruang rapat ini," ucap Jang Do-yeon, manajer bagian marketing.

Kim Joo-ahn adalah anggota tim marketing paling pintar. Joo-ahn sudah diangkat menjadi ketua tim marketing, menggantikan Jang Do-yeon yang diangkat menjadi manajer bagian marketing. Pria berusia 26 tahun itu sedang merapihkan materi rapat hari ini yang akan dipresentasikan di hadapan rekan kerjanya nanti.

"Halo, namaku adalah Lee Ji-hyun, anggota tim marketing yang baru," ucap wanita itu.
"Nona Lee, silahkan mengambil posisi pada kursi yang kosong," ucap manajer Jang.
"Iya," jawab Ji-hyun.

Joo-ahn kaget bukan main. Bagaimana tidak, dirinya harus bekerja dalam tim yang sama dengan mantan kekasihnya mulai hari ini. Baru saja dia ingin menghindari wanita itu, tetapi wanita itu dipindahkan ke kantor utama perusahaan dan bergabung bersana tim yang diketuainya.

"Ketua tim Kim, tolong bimbingannya ya!" ucap Ji-hyun dengan semangat.

Kim Joo-ahn berdiri di hadapan anggota tim dan manajer untum memulai presentasi mingguan mereka. Semua anggota rapat sudah diberi fotokopian bahan presentasi oleh Joo-ahn.

"Aku akan mempresentasikan peningkatan penjualan produk terbaru kita dan hasil pemantauan terhadap produk lama kita," ucap Joo-ahn.

"Kenapa ketua Kim berbicara dengan nada yang sedikit lebih tegas dari pada biasanya ya?" bisik Song Mi-yeon kepada Yoo Eun-ha.

FLASHBACK

delapan tahun yang lalu

"Aku tidak suka kamu seperti ini terus menerus! Kamu keanak-anakan saja! Kamu belum dewasa! Apakah kamu lupa kalau aku adalah pacarmu satu-satunya? Kenapa kamu semalam perga dengan Nam Sang-ho?" tanya Joo-ahn.
"Maafkan aku! Aku sudah pernah berjanji padanya untuk pergi makan malam bersama karena aku mengenalnya lebih dulu sebelum aku mengenalmu," ucap Ji-hyun.
"Alasan macam apa itu? Apakah kamu mencoba untuk berpindah hati kepadanya?" tanya Joo-ahn.
"Joo-ahn, dengarkan aku dulu! Semua tidak seperti apa yang kamu pikirkan. Kami dekat karena ayah kami adalah teman lama," ucap Ji-hyun.
"Lalu? Apakah karena kalian berdua sedang dijodohkan? Sudah cukup! Aku tidak ingin bertemu lagi denganmu di sekolah atau dimanapun. Kamu tidak pernah berubah ya! Kita akhiri saja hubungan satu tahun kita," ucap Joo-hyun.
"Joo-hyun, dengarkan aku dulu!" ucap Ji-hyun sambil memegang lengan kiri Joo-hyun.
"Lepaskan! Aku mau masuk ke dalam kelasku dulu," ucap Joo-hyun.

BERSAMBUNG.....

0 Comments