Sakura #2

Festival fotografi pada setiap akhir musim dingin telah tiba. Sesuai janji, Ren menjemput Kei dengan mengendarai sebuah mobil. Kei sudah berdiri di depan gedung T plaza.

"Konnichiwa," ucap Ren sambil membuka jendela mobil.
"Konnichiwa," jawab Kei.
"Ayo masuk!" ucap Ren.
"Ya," jawab Kei.

Kei membuka pintu mobil Ren dan duduk di samping tempat kemudi. "Maaf, aku tidak berpakaian formal. Aku hanya memakai pakaian yang biasa saja," ucap Kei.
"Tidak apa-apa. Kamu tetap manis seperti karakter Chibiusa," ucap Ren.
"Chibiusa? Itu kan karakter dari manga yang sudah lama sekali," ucap Kei.
"Kenapa?" tanya Ren.
"Ah, tidak kenapa-kenapa sih," jawab Kei.

Kei mendesah dan berkata dalam hati. "Sepertinya aku pernah mendengar ucapan seperti itu. Sudah ada orang yang mengatakan kalau aku mirip dengan Chibiusa," ucap Kei.

Ren terus mengendarai mobil miliknya. "Ah, macet!" ucap Ren.
"Michi..." ucap Kei.
"Michi?" tanya Ren kaget.
"Michi... eh maksudku Ren. Aduh, aku salah memanggil namamu," ucap Kei.
"Tidak apa-apa. Ada apa?" tanya Ren.
"Apakah kamu ikut serta dalam pameran itu?" tanya Kei.
"Ya, salah satu hasil fotoku terpilih dan akan dipamerkan," ucap Ren.
"Aku yakin kalau kamu adalah seorang fotografer yang hebat," ucap Kei.
"Ah, masih banyak orang yang lebih hebat dari pada aku," ucap Ren.

***

"Ren!" teriak seseorang.
"Hideo!" ucap Ren.
"Wah, kamu bilang kamu akan membawa pasanganmu. Jadi, dia itu pasanganmu? Kamu punya pacar baru?" tanya Hideo Akiya.
"Eeeh, dia cuma teman untuk malam ini saja," ucap Ren.
"Tapi, dia cantik lho! Kalau aku jadi kamu, akan aku kejar dan aku jadikan pacarku," ucap Hideo.
"Urusi saja pacarmu! Kapan dia kembali?" tanya Ren.
"Besok pesawatnya akan mendarat di bandara Haneda," ucap Hideo.
"Kei!" panggil Ren.
Kei berjalan dari pinggir ruang pameran. "Ya?" tanya Kei.
"Kei, ini teman kuliahku, namanya Hideo Akiya," ucap Ren.
"Halo, aku Kei Saito," ucap Kei.
"Halo, aku Hideo Akiya," ucap Hideo.
"Kei, apakah kamu sudah lapar?" tanya Ren.
"Sedikit," ucap Kei.
"Ayo kita ke luar! Ada makanan untuk peserta pameran dan tamu VVIP," ucap Ren.
"Aku kan bukan tamu VVIP," ucap Kei.
"Mulai sekarang, kamu adalah tmau VVIP bagiku," ucap Ren.
Kei sedikit malu dan tersipu "Terima kasih!"

Ren mengantri untuk mengambil piring, sedangkan Kei hanya berdiri di luar antrian sambil menunggu Ren datang. Kei memegang tas kecil berwarna putih yang dibawanya.

"Hei!" ucap Kei kaget.

Seseorang berlari dan mencuri tas milik Kei. Kei berusaha untuk meminta bantuan dari orang sekitar.

"Pencuri!" ucap Kei.

Ren yang sedang mengantri langsung keluar dari antrian untuk mengejar pencuri itu. Kei berlari tetapi tidak dapat mendekati pencuri itu karena kecepatan berlarinya yang berbeda.

"Awww..." ucap Kei saat terjatuh di samping tembok gedung pameran.
"Hei pencuri! Mau apa kau?" teriak Ren.
"Ren?" tanya Hideo bingung.
"Ada pencuri!" ucap Ren.

Ren mengejar pencuri itu lebih kencang dan akhirnya Ren berhasil menarik kerah kemeja yang dipakai oleh pencuri itu. Diambilnya tas putih yang dicuri oleh pencuri itu, lalu Ren menghajar pencuri itu.

"Ampun!" ucap pencuri itu.
"Jangan berani-berani menyentuh dia atau mengambil apapun milik dia!" ucap Ren.

Ren melepaskan pencuri yang terjatuh itu dan membiarkan pencuri itu lari. Sementara itu, Kei masih merasa sakit karena terjatuh. Kei tidak melihat ada sebuah batu kerikil dan Kei menginjaknya.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Ren.
"Kakiku sakit," ucap Kei.

Ren mengambil sepatu hak milik Kei yang terlepas dari kaki Kei. Dipegangnya sepasang sepatu itu, dipakaikannya kembali ke kedua kaki Kei. Dirangkulnya wanita manis itu sambil membantunya berjalan.

"Duduk di sini dulu! Aku akan antri lagi untuk mengambilkanmu makan malam," ucap Ren.
"Terima kasih!" ucap Kei.

Setelah mengantri, Ren meletakan dua piring di atas meja tempat mereka duduk. Setelah itu, Ren meninggalkan Kei sendirian.

"Kamu mau kemana?" tanya Kei.
"Tunggu sebentar ya, ada yang harus aku lakukan," ucap Ren.

Kei menyantap makan malamnya sendiri. Piring yang satunya masih utuh, belum disentuh oleh Ren sama sekali. Kei hanya bisa menunggu kedatangna Ren. Mereka belum sempat bertukar nomor telepon, sehingga Kei tidak dapat mencarinya lewat telepon.

"Ren!" ucap Kei.
"Ini untukmu!" ucap Ren sambil memberikan sebuah kantung plastik.
"Apa ini?" tanya Kei.
"Buka saja," jawab Ren.

Kei membuka kantung plastik itu. Ternyata, tadi Ren pergi ke apotek untuk membeli plester karena ada luka pada salah satu lutut Kei.

Ren mengambil kapas dari dalam plastik itu dan membersihkan luka pada lutut Kei. Setelah itu, Ren memasangkan sebuah plester untuk menutupinya.

"Ren, aku ini kan dokter. Aku bisa melakukannya sendiri," ucap Kei.
"Tidak apa-apa! Aku terbiasa melakukan ini. Aku tinggal sendiri di apartemenku. Aku harus bisa menyelesaikan semuanya sendiri," ucap Ren.
"Terima kasih," ucap Kei.

Setelah Kei dan Ren selesai menghadiri pameran fotografi itu, Ren mengantarkan Kei ke rumahnya. Kei membuka pintu mobil dan turun dari dalam mobil itu.

"Terima kasih Kei!" ucap Ren.
"Ren, bisa kau ketik nomor teleponmu?" tanya Kei.
"Astaga, kita belum bertukar nomor telepon!" ucap Ren.

Kei memberikan ponsel miliknya kepada Ren. Ren mengetik nomor telepon miliknya, lalu menekan tombol simpan.

"Sampai bertemu lain waktu ya!" ucap Ren.
"Ren, terima kasih untuk hari ini!" ucap Kei.
"Sayonara," ucap Ren.
"Sayonara," ucap Kei.

***

Musim semi telah tiba. Setelah seminggu yang lalu Kei dan Ren bertemu, kini musim semi tiba kembali seperti tahun-tahun sebelumnya.

"Konnichiwa!" ucap Kei kepada dokter Yamada.
"Konnichiwa!" ucap dokter Yamada.
"Dokter, ini laporan yang dokter minta padaku kemarin," ucap Kei sambil memberikan hasil print.
"Bagaimana keadaan pasien di ruamg 320?" tanya dokter Yamada.
"Kemarin, tekanan darahnya sudah naik menjadi normal," ucap Kei.
"Lalu, bagaimana dengan pasien pada ruang 401?" tanya dokter Yamada.
"Bakteri samonela typhi sudah berhasil dilawan oleh antibodi dan bantuan obat yang diberikan kepadanya," ucap Kei.
"Menurut hasil laporanmu, pasien yang berada di kamar nomor 401 sudah dapat pulang besok," ucap dokter Yamada.
"Baik, nanti akan aku beri tahu," ucap Kei.
"Kamu sudah boleh pulang sekarang! Sudah hampir malam," ucap dokter Yamada.
"Terima kasih," ucap Kei.

Kei melepaskan baju putih miliknya dan memasukan baju itu ke dalam loker di ruang dokter. Diambilnya tas kecil berwarna biru muda, lalu Kei pergi meninggalkan ruang dokter itu.

Kei berjalan keluar dari gedung rumah sakit Matsuzawa. Kei berjalan menuju halte bis dan menunggu kedatangan bis. Hari ini ramai sekali. Banyak sekali orang yang sama-sama sedang menunggu kedatangan bis.

"Kei!" ucap Ren.
"Ren? Sedang apa kamu disini?" ucap Kei yang melihat wajah Ren dari dalam jendela mobil.
"Ayo masuk!" ucap Ren.

Kei berjalan ke arah mobil yang dikendarai oleh Ren. Kei duduk di samping kursi kemudi, lalu Ren kembali melaju.

"Kamu kelihatan lelah sekali," ucap Ren.
"Iya, hari yang padat!" ucap Kei.
"Kamu sudah makan?" tanya Ren.
"Makan? Kapan terakhir kali aku makan ya?" ucap Kei.
"Hei! Kamu bisa sakit kalau sampai lupa makan," ucap Ren.

Setelah lampu lalu lintas berubah menjadi warna hijau, Ren melaju menuju daerah Tsukji. Ren ingin mengajak Kei untuk makan malam bersama.

"Ren, tadi kamu sedang apa?" tanya Kei.
"Oh, aku sebenarnya ingin menemui Nori. Tapi, setelah aku melihat wakahmu di depan halte bis, aku pikir besok saja aku menemui Nori," ucap Ren.
"Kita mau kemana?" tanya Kei.
"Ah, ada restoran seafood yang enak di daerah Tsukji," ucap Ren.
"Aku jadi tidak enak padamu. Kamu mengajakku makan malam padahal aku tidak memintanya," ucap Kei.
"Aku tidak tega melihat dirimu kurang makan," ucap Ren.
"Terima kasih ya!" ucap Kei.

***

"Bagaimana, enak tidak rasanya?" tanya Ren.
"Ah, enak sekali!" ucap Kei.
"Kei..." ucap Ren.
"Ya?" tanya Kei.
"Aku... aku mencintaimu," ucap Ren.
"Apa?" tanya Kei.
"Aishiteru," ucap Ren.

Kei diam. Kei berpikir sebentar. Apakah dia tidak salah dengar? Atau apakah Ren tidak salah bicara? Dia bingung. Hal apa yang dapat membuat pria itu tiba-tiba menyatakan perasaannya?

"Ren..." ucap Kei.
"Kei, katakan kalau kamu juga menyukaiku!" ucap Ren.
"Maaf, aku masih menunggu cinta pertamaku kembali. Aku akan terus menunggunya. Tidak peduli sampai kapan," ucap Kei.
"Cinta pertamamu? Kamu bilang, dia sudah menghilang entah kemana. Kamu bilang, itu sudah hampir sepuluh tahun yang lalu," ucap Ren.
"Aku sudah berjanji kepadanya bahwa aku dan dia akan kembali melihat bunga sakura yang indah tepat sepuluh tahun sejak hari itu. Hari dimana dia menciumku. Hari dimana dia mengalami luka yang parah karenaku," ucap Kei.
"Jadi, alasanmu untuk menjadi dokter adalah karena kamu ingin merawat dia?" tanya Ren.
"Dulu seperti itu. Sekarang setelah aku pikir, menjadi dokter memanglah merupakan impianku snediri," ucap Kei.
"Jadi, kamu mau menanggalkan pernyataan cintaku hanya untuk menunggu cinta pertamamu yang hilang itu?" tanya Ren.
"Ren, bisakah kamu beri aku waktu satu bulan? Satu bulan kemudian adalah hari dimana aku berjanji untuk melihat bunga sakura bersama-sama. Kalau hari itu aku dan dia tidak dapat bertemu lagi, aku akan memberikanmu jawaban. Anggap saja hari ini aku belum menjawabmu," ucap Kei.
"Oke! Aku akan mendengar jawabnmu satu bulan lagi. Tapi, jangan menghindariku selama satu bulan kedepan," ucap Ren.
"Iya. Ren, maukah kamu membantuku untuk mencari cinta pertamaku itu?" ucap Kei.
"Kalau aku bisa, akan aku bantu," ucap Ren.
"Terima kasih," ucap Kei.

BERSAMBUNG.....

0 Comments