Elegy Hati 8 - Inikah yang Disebut Jatuh Cinta?

Hai Mika..
Mik, kok kamu cuek gitu sih?
Kita ketemu yuk!
Denger-denger kamu mau konser ya bulan depan? Selamat ya..

Seseorang menulis surat lagi untukku dan menyelipkan di pagar rumahku. Aku bingung, sebab aku tak tahu siapa pengirimnya. Nick dan Gio sama-sama sudah tahu rumahku dimana.

"Mika..." ucap seseorang dari depan rumkahku.
"Eh Dita! Masuk Dit!" ucapku.
"Mik, temenin aku yuk!" ucap Dita.
"Temenin apa?" tanyaku.
"Ke Plaza yuk! Mau carikadi buat Davin, minggu depan dia ulang tahun yang ke 17 lho!" ucap Dita.
"Oiya, tadi aku ketemu dia di sekolah. Dia bilang, dia ngundang Aku sama Anne juga," ucapku.
"Iya, ulang tahunnya bakal dirayain, tapi cuma ngundang 10 orang sih setauku," ucap Dita.
"Yaudah, aku ganti baju dulu ya," ucapku.

Hari ini aku memakai dress biru muda selutut. Dita tampak cantik dengan rok putih yang dia pakai hari ini. Yah, semua perempuan memang cantik.

Aku dan Dita kadang-kadang pergi ke Plaza bersama naik bus. Kami sering bercanda bersama di sana atau makan bersama.

"Mik, kira-kira Davin suka kado apa ya?" tanya Dita kepadaku.
"Hobi dia apa?" tanyaku.
"Olahraga. Dia bisa main basket maupun sepak bola lho," jaawab Dita.
"Hm... gimana kalau kamu beliin dia baju aja? Pasti dia suka, dari pada kamu bingung terus?" usulku.
"Oiya! Aku bisa beliin dia kaos," jawabnya.

Sambil menunggu Dita membayar di kasir, aku duduk di kursi depan toko baju itu. Aku melihat ke kiri dan kanan. Lebih banyak orang jalan bersama teman atau pacar di siang hari ini. Aku jadi keinget masa laluku saat pergi ke plaza dengan Nick atau Gio.

"Mik, makan yuk! Aku sudah lapar," ajak Dita.
"Yuk!" jawabku.

***

Sore hari setelah pulang dari Plaza, aku duduk di kursi pianoku. Aku mulai berlatih lagi. Aku bermain lagu karanganku sendiri, yaitu Heart's Elegy.

"Mika!" panggil seseorang dari sofa keluargaku.
"Gio? Kapan kamu datang?" tanyaku.
"Kamu terlalu asik main piano sih! Tadi mamamu yang bukain pintunya," ucap Gio.
"Oh!" ucapku.
"Terusin permainannya! Aku suka sama lagunya," ucap Gio.
"Makasih ya!" ucapku.

Aku terus bermain lagu itu. Nada demi nada aku ciptakan. Aku menikmati hobiku dalam bermain piano dan membuat lagu sendiri. Sungguh gak nyangka bahwa banyak orang yang menyukai laguku ini.

"Kamu ada perlu apa kesini?" tanyaku.
"Gak boleh nih? Kamu mau aku pulang aja?" ucap Gio.
"Bukan gitu, tapi heran aja, tiba-tiba kamu kesini," ucapku.
"Besok ikut aku pergi yuk!" ajak Gio.
"Kemana?" tanyaku.
"Sudah, kamu ikut aja!" ucap Gio.
"Ih, aneh!" ucapku.
"Pokoknya besok kamu ikut aja!" ucap Gio.
"Aku lagi latihan piano nih,bulan depan mau ada konser," ucapku.
"Aku dah pernah denger kok dari mamaku. Kan mamaku kenal sama guru les kamu," ucap Gio.
"Oh ya?" ucapku.
"Disana gak hanya kamu yang tampil, tapi ada satu murid yang dipilih bu Maura juga," ucap Gio.
"Siapa? Apakah aku kenal dia?" tanyaku penasaran.
"Lihat saja nanti!" ucap Gio.
"Ihhh..." jawabku kesel.
"Oiya, aku mau kamu pelajari lagu ini," ucap Gio sambil menyerahkan partitur baru untukku.
"Apa ini?" tanyaku.
"Ya partitur lah!" jawab Gio.
"Lho, kok untuk duet?" tanyaku.
"Ayo kita latihan!" ucap Gio.

Gio mengajariku lagu baru, lagu yang dia tulis sendiri (sepertinya). Aku tak tahu untuk apa lagu ini diberikan kepadaku. Judulnya "For the Only One"

"Gini ya Mik! di bar ke 20, tangan kananmu dan tangna kirimu tukeran posisi. Trus, di bar 22 juga begitu," ucap Gio.
"Oh, I see!" ucapku.

Jujur, aku senang sekali bermain piano dengan Gio. Gio tidak mudah marah kalau aku salah memencet nada. Yang jelas, aku senang dengan sifat 'penuh kejutan' miliknya.

***

"Gi, kamu gak bilang sih kalau mau ke sini! Tau gitu kan tadi aku bisa dandan dulu dan gak pake baju biasa kayak gini," ucapku.
"Ah, kamu gak perlu khawatir! Kamu lupa ya, kalau kakakku jago make-up?" ucap Gio.
"Oiya, kak Lea jago make-up," ucapku.

Hari ini tanpa disangka, Gio mengajakku ke studio foto. Gio bilang, ada teman kakaknya yang kerja di redaksi majalah dan ingin mengambil fotoku. Katanya, aku hanya perlu berpose seperti yang teman kakaknya Gio inginkan.

"Mik!" ucap Gio.
"Ya?" jawabku.
"Kamu... Kamu kelihatan lebih cantik memakai gaun turquoise itu," ucap Gio.

Aku jadi merasa malu. Baru kali ini aku benar-benar dibilang cantik. Nik jarang memujiku seperti itu. Pujiannya hanya disertai dengna ekspresi ketawa, sedangkan Gio memujiku seperti kagum padaku.

"Mik, kok ngelamun?" tanya Gio.
"Oh, ada apa?" tanyaku.
"Kamu perfect!" ucap Gio.
"MIka!" tiba-tiba kak Lea memanggilku.
"Halo kak!" sapaku.
"Mik, pemotretannya 10 menit lagi ya! Kita tunggu disini dulu, soalnya diruangna dalam lagi ada yang pake," ucap kak Lea.
"Oke kak!" ucapku.
"Gi, Mika cantik lho! Udah lama gak ketemu dia, tau-tau makin cantik aja," ucap kak Lea.
"Ah, iya nih Mika!" ucap Gio.
"Biasa aja kok kak!" ucapku.
"Ini Gio lho yang pilihin dressnya! Aku kasih dia 4 pilihan dress dan aku mau Gio yang pilihin buat kamu," ucap kak Lea.
"Makasih Gio dan kak Lea!" ucapku.

Ruang pemotretan sudah kosong. Aku diperbolehkan masuk ke dalam ruang itu. Kak Lea dan temannya mengatur pose yang harus aku ciptakan.

Selesai sesi pemotretan, aku kembali duduk di kursi yang ada di depan ruang pemotretan. Gio mennungguku. Kak Lea tampak sudah selesai berbicara dengan temannya itu.

"Itu namanya William, teman satu kampusku. Kami sama-sama kuliah di jurusan DKV," ucap kak Lea.
"Oh," jawabku.
"Mik, itu dressnya buat kamu aja," ucap kak Lea.
"Ah kak, beneran? Dress ini kelihatannya mahal," ucapku.
"Anggap aja ini hadiah dari aku dan Gio atas release-nya lagumu," ucap Kak Lea.
"Masih ya kak!" ucapku.
"Kakak beres-beres di dalam dulu ya!" ucap kak Lea.
"Oke!" ucapku.
"Mik!" ucap Gio.
"Ya?" tanyaku.
"Mik!" ucap Gio sekali lagi.
"Kamu kenapa sih manggil aku terus?" tanyaku.
"Ah, gak apa-apa!" ucap Gio.
"Aneh!" jawabku.
"Eh Mik, kok kemarin-kemarin kita diem-dieman sih? Aku hampir gak ada temen main piano nih," ucap Gio.

Aku bingung mau jawab apa. Bukannya aku takut ketemu kamu, tapi aku hanya ingin sendiri dulu waktu itu. Aku gak mau kepikiran soal Nick maupun Gio. Nilai-nilaiku menurun karena kepikiran Nick dan surat misterius itu. Aku gak mau perasaan ini berlanjut lebih dalam dan menghancurkan nilai-nilaiku.

"Maaf, aku waktu itu cuma pingin mencoba sendiri. Aku gak mau kepikiran yang nggak-enggak," ucapku.
"Hah? Kepikiran apaan?" ucap Gio.
"Adalah," jawabku.
"Yah," jawab Gio.
"Gi, aku takut banget. Waktu itu, Nick mendekatiku lagi dan meminta setidaknya aku dan dia bisa berteman lagi dan dia sepertinya masih berharap," ucapku.
"Jauhin dia! Aku rasa, kalian gak cocok," ucap Gio.
"Kenapa?" ucapku.
"Karena aku... Ah sudahlah! Kita pergi makan yuk!" ucap Gio.
"Sekarang? Aku ganti baju dulu lah," ucapku.
"Gak usah! Kamu cantik pake baju itu," ucap Gio.

Inikah yang disebut jatuh cinta yang sesungguhnya? Saat kita merasa bahagia bila dekat dengan orang yang kita suka dan rasanya tak ingin cepat-cepat berpisah dengnanya? Saat kita merasa bahwa bersamanya serasa dunia milik berdua? Apakah karena merasa "feel like home"?

"Gi, aku baru sadar kalau selama ini aku jatuh cinta denganmu," ucapku dalam hati.

BERSAMBUNG.....

2 Comments