Elegi Hati 6 - Valentine's

Februari 2007

Banyak teman sekolahku yang menanti-nantikan bulan penuh cinta ini. Yup, valentine's day tinggal sebentar lagi. Kurang dari seminggu.

Aku sudah terbisa menjalani valentine's day tanpa kesan spesial. Aku jarang mendapatkan cokelat dari teman, bahkan aku belum pernah kencan pada hari valentine.

"Mik, sini!" panggil Anne.
"Ada apa?" tanyaku.
"Lihat ke bawah sana deh! Aaaa, cakep-cakep ya!" ucap Anne sambil memperhatikan sekumpulan anak kelas 2 di lapangan basket.
"Mereka lagi berlatih basket ya?" tanyaku.
"Iya... Pada ganteng-ganteng deh, apalagi kak Andre, cakep banget hari ini," ucap Anne.
"Ehhmm.." ucapku.
"Mik, lusa siapa yang akan kamu berikan cokelat?" tanya Anne.
"Ah, tidak ada," ucapku.
"Ah masa? Cari cowok lah, jangan ngejomblo," ucap Anne.
"Ngaca gih, situ juga masih jomblo," ucapku.

Anne terus memperhatikan ke arah lapangan basket dari lantai dua gedung sekolahku. Anak basket akan bertanding minggu depan.

Aku merasa asing dengan kumpulan anak basket di sana. Hanya Davin yang aku kenal, sisanya tidak aku kenal.

"Mik," ucap seseorang.
"Eh Gio," jawabku.
"Mik, pulang sekolah nanti jagan pulang dulu ya, dateng bentar ke ruang musik," ucap Gio.
"Ada apa?" tanyaku.
"Sudah, dateng aja ya," jawab Gio.
"Eh, ada kakak," ucap Anne. Anne adalah adik dari Gio.
"Cie Anne," ucap Gio.
"Ah, apaan sih kak," ucap Anne.
"Yaudah, kakak pergi dulu ya Ne, ada yang harus diurus di perpustakaan," ucap Gio.

Sepulang sekolah, aku menuju ke ruang musik di lantai tiga sekolahku. Aku penasaran ada apa sebenarnya.

"Duduk sini Mik!" ucap Gio.
"Ada apa?" tanyaku penasaran.
"Gini, kemarin bu Wanda meminta klub orchestra kita untuk mengisi acara valentine di sekolah kita hari sabtu ini. Tapi setelah ku pikirkan, waktunya terlalu mepet untuk latihan. Aku gak mau ambil resiko untuk memaksakan klub kita tampil tanpa persiapan," ucap Gio.
"Lalu?" tanyaku.
"Kamu main piano ya?" ajak Gio.
"Hah? Sendirian gitu?" ucapku.
"Iya. Kamu kan jago main piano. Udah berapa lembar sertifikat kamu pendam di lemarimu?" ucap Gio.
"Hmm..." ucapku bingung.
"Hayolah Mik! Mainkan piano untukku," ucap Gio.
"Untukmu?" tanyaku.
"Ah, maksudku, untuk semua murid sekolah kita.Tunjukan kalau kamu bisa. Jangan mengeluh kalau banyak anak merendahkanmu. Saatnya kamu kembali unjuk gigi," ucap Gio.
"Cuma ada waktu tiga malam ya?" ucapku.
"Aku yakin kamu pasti bisa. Aku mau sih bantuin kamu latihan. Tapi, kali ini aku pingin kamu maju sendiri di atas panggung. Bawa nama pribadimu sendiri ke atas panggung sekolah," ucap Gio.
"Oke oke, aku tampil deh!" jawabku.
"Nah, gitu dong," jawab Gio.

Aku melihat Gio sedang membereskan beberapa partitur lagu dalam satu map yang dia letakan di atas piano digital milik sekolahku. Mungkin, Gio ingin bermain piano di ruang ini sekarang.

"Aku punya tiga pilihan lagu yang menurutku cocok untukmu. Mau lihat?" ucap Gio.
"Boleh," jawabku.
"Yang ini, judulnya Romance D'Amour. Nadanya mengayun lembut. Yang ke dua, judulnya Barcarole. Setipe dengan Romance D'Amour. Nah yang ke tiga aalah My Valentine yang dipopulerkan oleh Martina McBridge," ucap Gio.
"Ah, Romance D'Amour kayaknya menarik," ucapku.
"Kamu mau ambil lagu yang itu?" tanyanya.
"Iya!" jawabku.
"Oke, mari kita coba disini sekarang," ajak Gio.

Gio mengajariku cara bermain lagu itu. Semua partitur yang hari ini dia bawa merupakan hasil aransemen dia sendiri. Aku sangat takjub dengannya, karena Gio berusaha untuk mengaransemen lagu-lagu itu sendirian.

Sambil mendengar gaya permainan Gio, aku mendengar ada suara orang yang membuka pintu ruang musik dari luar.

"Nick?" ucapku.
"Maaf menggangu waktu kalian. Tadi, ak usidah ketuk pintu, tapi tidak ada yang menjawab," jawab Nick.
"Ada apa?" tanya Gio.
"Oh, cuma mau ambil gitar aja kok," ucap Nick.
"Oh," jawab Gio.

Nick mengambil gitar dari ruang musik sambil menatap aku dan Gio. Aku jadi malu karena permainanku tidak begitu sempurna dan menjadi tontonan kedua cowok itu.

"Nick?" tegur Gio.
"Ah, bagus sekali permainanmu, Mik!" puji Nick.
"Ah, biasa saja! jawabku.
"Oke, kalau gitu aku permisi dulu ya," ucap Nick.

***

Hari ini adalah hari valentine. Beberapa temanku saling bertukar cokelat. Aku masih saja belum mendapat cokelat sampai detik ini. Menurutku, ini bukan masalah bagiku.

Semalam, aku membuat kue brownies cokelat. Aku suka membagikan kue brownies cokelat buatanku ke pada teman dekatku.

"Mikaa! Happy Valentine's day ya!" ucap Lisa.
"Happy Valentine's day too," jawabku.
"Cie Anne, itu cokelat dari siapa?" tanyaku.
"Dari kak Gio?" tanya Diva, salah satu anak di kelasku.
"Bukan," jawab Anne.
"Ah, kak Andre ya?" ucapku.
"Ih, bukan dia juga!" jawab Anne.
"Trus, siapa dong?" tanyaku.
"Rahasia!" jawab Anne. Anne meninggalkan ruang kelas.
"Eh, aku mau ke perpus dulu ya, udah ditunggu nih!" ucapku.
"Eh ciee... gebetan baru ya?" ucap Lisa.

"Eh, kak Andin!" ucapku di perpustakaan.
"Eh ada Mika!" ucap kak Mika.
"Apa kabar kak?" tanyaku.
"Baik kok! Oiya, nanti sore kamu pakai ruang musiknya nggak? Aku dan kelompok ujian musikku mau pakai buat latihan," tanya kak Andin.
"Oh, akunggak pakai kok," jawabku.
"Oke, makasih ya! Aku ke luar perpus dulu ya," ucap kak Andin.

Aku ke perpustakaan hanya ingin mengembalikan buku yang aku pinjam minggu lalu. Hari ini adalah batas terakhir bagiku untuk mengembalikan pinjaman bukuku.

Setelah mengembalikan buku itu, aku segera naik ke lantai dua dan masu ke kelasku. Aku ingin melanjutkan catatan biologiku yang tidak lengkap.

"Mik, katanya kamu mau pinjem catatan biologiku?" tanya Anne.
"Iya, mana bukunya?" tanyaku.
"Ini Mik! Aku ke toilet dulu ya," ucap Anne.

Aku segera mengambil bolpoin ku. Saat aku embuka kotak pensilku, aku menemukan sebatang cokelat kecil di dalam kotak pensilku. Aneh, siapa yang ngumpetin cokelat di dalam sini ya?

Aku berpikir. Aku tidak meminjamkan kotak pensilku kepada siapapun hari ini. Biasanya, kalau ada yang mau pinjem alat tulis, pasti minta ijin dulu. Ini terasa aneh.

Sepulang sekolah hari ini, aku tidak jalan dengan Dita karena Dia ingin menemani Davin latihan basket. Akhirnya, aku pulang sendiri saja.

Aku masih kepikiran soal cokelat misterius itu. Sampai sekarang, aku tetap belum memakannya. Aku hanya penasaran siapa yang memberikanku cokelat itu.

"Tok.. tok.. tok," terdengar suara ketukan pintu di depan rumahku.
"Siapa ya?" tanyaku.
"Ini aku," ucap orang itu.
"Oh Gio? Silahkan masuk!" ucapku.
"Wah, kamu abis masak?" tanya Gio.
"Enggak, itu bikinan semalam kok! Kalau mau, ambil sendiri aja ya!" ucapku.
"Oke," ucap Gio.
"Oiya, ada apa kesini?" tanyaku.
"Aku cuma ingin lihat kamu latihan piano untuk besok," ucap Gio.
"Oooo..." jawabku.

Setelah berlatih piano bersama Gio, akudan Gioduduk di sofa sambil menikmati salad buah buatan mamaku.

"Gio, aku bingung nih," ucapku.
"Kenapa? Ah, paling bingung besok mau pakai baju apa," ucap Gio.
"Nggak, aku bingung sama perasaanku sendiri," ucapku.
"Kenapa emangnya?" tanya Gio.
"Entahlah, aku bingung aja. Dulu saat aku pacaran dengan Nick, aku bingung dengan perasaanku sendiri. Sekarang, aku bingung juga," ucapku.
"Aku gak ngerti maksudmu,coba di perjelas lagi," ucap Gio.
"Akhir-akhir ini, aku menghindari pandangan mata dengan orang yang aku suka, walau orang itu yang mendekatiku tanpa tujuan membalas perasaanku. Mungkin, dia hanya menganggapku teman biasa. Mungkin, aku tidak spesial untuknya. Tapi bagiku, dia terasa berkesan di sini, di hatiku," ucapku sambil memegang dadaku.
"Menurutku, ini adalah perasaan jatuh cinta yang sebenarnya. Aku juga mengalaminya kok, dan aku sampai sekarang belum pernah menyatakan perassanku itu untuk cewek yang aku sukai itu. Menurutku, dia cuek soal percintaan. Jadi, menurutku aku belum perlu untuk mengatakan perasaanku sekarang," ucap Gio.
"Aku bingung, sampai-sampai aku memikirkan apakah dia yang memberikanku sebatang cokelat misterius tadi siang. Ada orang entah siapa yang memasukan sebatang cokelat ke dalam tempat pensilku," ucapku.
"Kita sama-sama bingung. Tapi, menurutku, masing-masing dari kita bisa menemukan arti dari keresahan hati ini," ucap Gio.
"Iya," jawabku.
"Semangat!" ucap Gio.
"Semangat! Eh, latihannya sudah kelar nih?"tanyaku.
"Aku lihat, kamu sedang capek," ucap Gio.
"Iya nih!" ucapku.
"Pergi makan yuk!" ajak Gio.
"Ayo!" jawabku.

***

"Wow Mik, hari ini kamu cantik sekali," puji Dita.
"Hehehe, makasih ya Dit! Kamu juga cantik kok!" ucapku.
"Mika!" ucap Davin.
"Davin!" ucapku.
"Mik, kami masuk ke aula dulu ya!" ucap Davin.
"Oke!" jawabku.

Hari ini aku memakai dress pink selutut kesukaanku.Tanteku perancang busana yang mengerti trend anak muda jaman sekarang. Pantas saja kalau tanteku pandai mendesain dress sesuai dengan kesukaanku.

"Cantik!" ucap seseorang sambil menepuk bahu kananku.
"Apa?" ucapku sedikit jutek.
"Itu, tadi udah aku ucapkan," jawab Nick.
"Kamu bilang apa?" tanyaku.
"Cantik!" ucap Nick.
"Eh, aku masuk ke dalam aula dulu ya!" ucapku padanya. Aku langsung meninggalkan Nick di depan aula.

Saat aku kembali ke dalam aula dan mendekat ke arah kursi yang aku duduki, aku melihat ada sebuah surat di atas tasku tanpa nama. Aku langsung membacanya.

Halo Mika, selamat hari valentine.
Aku sudah berkali-kali mengucapkan selamat hari valentine kepada siapapun, tapi baru kali ini aku berani mengatakannya kepadamu lewat tulisan ini.
Perasaanku membautku bingung berhari-hari dan membuatku tak nyaman. Setiap kali aku melangkah, aku merasa aneh.
Akhirnya, aku menemukan jawaban dari perasaanku ini, yaitu perasaan jatuh cinta.
Aku jatuh cinta denganmu.
Mungkin aku terlihat egois, hanya memendam perasaan ini sendiri setiap hari tanpa kamu tahu.
Mik, perasaanku ini tulus. Aku ingin melindungimu dengan caraku sendiri. Aku tahu kamu lemah, sering di ejek-ejek, dan kamu masih kepikiran tentang masa lalumu itu.
Aku ingin menjadi pelindungmu, teman berbagi cerita, dan ingin membantumu menghapus semua memori burukmu itu. Aku harap, kamu mau menerimaku.
~NN~

Aku terdiam sesaat danmeneteskan air mata. Aku terharu. Surat tanpa nama itu membuatku penasaran dan terharu. Sungguh romantis sekali.

BERSAMBUNG.....

0 Comments