Elegi Hati 5 - Maaf

Hari ini hari Sabtu, hari yang aku tunggu. Ini pertama kalinya aku tampil dalam sebuh konser di sekolah. Sebelumnya, aku hanya pernah tampil di sebuah gedung di Jakarta.

"Gio, semangat ya!" ucapku.
"Oke Mik," jawab Gio.

Kemarin, Dita berjanji akan duduk pada deretan paling depan dan hari ini dia menepati janjinya. Aku melihatnya duduk di deretan paling depan, tepat bersebelahan dengan Davin. Akhir-akhir ini, Dita dan Davin terlihat dekat.

"Mika, aku tampil di urutan ke 5 lho," ucap Nick setelah kembali dari WC.
"Ooo.. aku urutan ke 7," jawabku.
"Mik, kok kurang semangat gitu?" tanya Nick.
"Oh, aku semalem kena flu," jawabku.
"Semangat ya!" ucap Nick.
"Iya," jawabku.
"Mik, ke luar bentar yuk! Ada yang pingin aku bicarain," ucap Nick.
"Ada apa? Nanti aja ya setelah konser," ucapku.

Para peserta konser duduk di paling belakang. Suasanya konser terasa elegant, pengaruh dari dekorasi aula sekolah yang memberi kesan elegant. Para bapak dan ibu guru juga ikut menyaksikan setiap penampilan para murid-muridnya.

Aku duduk dengan menggunakan sebuah dress berwarna biru muda. Kemarin sore setelah latihan, aku meminta pendapat soal dress yang aku suka ini kepada Gio dan langsung membelinya.

"Setelah ini, ada seorang murid yang ingin bermain gitar sembil bernyanyi secasa solo. Beri tepuk tangan yang meriah untuk Nick dari kelas 3B," ucap kak Mega, pembawa acara konser hari ini.

Nick maju ke depan dengan membawa gitar kesayangannya. Banyak anak kelas 3 yang melihat kearahnya. Mereka kagum, karena yang mereka tahu, Nick itu payah dalam ini dan itu, bahkan pernah dipanggil kepala sekolah karena nilai-nilainya sangat mengkhawatirkan.

"Lagu apa yang akan anda mainkan?" tanya kak Mega.
"Saya akan bermain sebuah lagu yang akan dipopulerkan oleh Nick Jonas yang berjudul Jealous."
"Jealous? Apakah  anda sedang merasa  jealous?"

Nick hanya terdiam di atas panggung dan banyak anak kelas 3 yang menertawainya. Gio juga sedikit tertawa.

"Beri tepuk tangan sekali lagi untuk Nick!" ucap kak Mega. Kak Mega langsung menuju pintu samping panggung dan berdiri di luar ruangan.

I don’t like the way he’s looking at you
I’m starting to think you want him too


Aku kaget mendengar lagu itu. Nick tampaknya sedang jealous. Aapakah semua ini yang menyebabkan dia kesal padaku belakangan ini?

I turn my chin music up and I’m puffing my chest
I’m getting red in the face, you can call me obsessed
It’s not your fault that they hover, I mean no disrespect
It’s my right to be hellish, I still get jealous


Aku melihat Nick bermain dengan penuh perasaan. Aku mulai mengerti kenapa dia memainkan lagu ini sekarang. Nick sudah menyadari bahawa dia sedang jealous.


Flashback
21 December 2006

Aku dan Nick bertemu di kedai eskrim sepulang dari sekolah. Hari ini adalah hari terakhir ke sekolah pada tahun 2006.

"Mik, Gio itu siapa?" tanya Nick.
"Gio? Mmm dia bukan siapa-siapa," jawabku.
"Yakin?" tanya Nick.
"Bener kok, cuma teman," jawabku.
"Kalian terlihat dekat sekali," jawab Nick.
"Emang kenapa? Salah?" jawabku kesal.
"Emang kamu gak sadar kalau kamu sudah tidak single?" ucap Nick kasar.
"Aaaah... kenapa kamu selalu melarangku untuk bermain dengan anak-anak cowo?" tanyaku.

Nick meraih badanku dari kursi yang aku duduki, merangkulku dengan kedua tangannya, lalu bertingkah seperti ingin menciumku.

"Nick!" ucapku sambil melepaskan kedua tangan Nick dari tubuhku.
"Kalian?" ucap Gio dari depan kedai eskrim.
"Gggiioo, ngapain kamu disini?" tanyaku berbata-bata.
"Aku gak sengaja lewat depan toko eskrim ini sehabis dari lantai satu. Aku gak sengaja dengar pembicaraan kalian," ucap Gio.

Seharusnya, masalah ini gak perlu melibatkan Gio secara langsung. Tapi, kenapa tiba-tiba Gio memperhatikan kami?

"Gio, tolong jangan mendekati Mika lagi," pinta Nick.
"Kami hanya berteman dan kami adalah tim dalam klub orchestra. Maaf mangganggu waktu kalian berdua, tapi kalau boleh tanya, kenapa kamu mengkekang Mika seperti itu?" tanya Gio.
"Karena nampaknya seseorang ingin mengambil Mika dariku!" sindir Nick.
"Nick? Bicara apa kamu barusan?" tanyaku.

Hampir aku ingin menampar Nick setelah mendengar Nick berkata seperti itu. Namun, aku tidak mau lancang seperti itu di depan umum. Aku berharap Nick cepat menyudahi masalah ini dan kembali memakan eskrim yang dia beli tadi. Gio jadi merasa tertekan karena Nick menyalahkannya.

"Nick, kalau kamu gak bisa bersikap dewasa sedikit dan berhenti marah-marah, lebih baik aku pulang sekarang," ucapku.
"Tunggu Mika!" ucap Nick.

Aku meraih tasku dan langsung jalan cepat untuk keluar dari toko eskrim itu. Aku melihat Gio menatapku dengan kasihan. Akhirnya, aku berhenti di depan bangku di depan toko sepatu.

"Aku antar kamu pulang ya?" ajak Gio.
"Bbbuatt apa? Aku bisa pulang sendiri," jawabku.
"Diluar hujan deras," ucap Gio.
"Aku gak mau ngerepotin kamu," ucapku.
"Melihat mukamu, aku jadi ingin mengantarmu pulang. Mukamu pucat," ucap Gio.
"Apa aku separah itu sampai membuatmu ingin mengantarku pulang?" tanyaku.
"Kamu harus memikirkan dirimu sendiri," ucap Gio.

Diam. Kami berdua hanya diam di depan toko eskrim itu. Nick hanya menatap kami dari dalam toko eskrim dengan tatapan kesal.

"Apakah kamu tertekan?" tanya Gio.

Aku tidak dapat berkata-kata. Aku hanya ingin meluapkan semuanya dalam tangisan, namun aku tidak mungkin menangis di dalam plaza. Semua orang yang melewatiku bisa menatapku aneh dan curiga.

"Mika?" tanya Gio sekali lagi.
"Hah?" ucapku.
"Ayo kita pulang!" ucap Gio.
"Tolong, aku sedang tidak ingin pulang ke rumah sekarang," ucapku.
"Apa? Mukamu pucat begitu," ucap Gio.
"Tapi..."
"Baiklah, kamu mau kemana sekarang?" tanya Gio.
"Aku ingin mencari udara segar," jawabku.

Aku dan Gio langsung menaiki eskalator dan turun ke lantai satu. Gio mengambil payung dari ranselnya dan membukanya setelah keluar dari pintu plaza.

"Itu bisnya datang!" ucapku.
"Ayo kita naik," ucap Gio.
"Mas mau kemana?" tanya satpam yang ada di dalam bis itu.
"Ke taman segar ya! Ini uang untuk dua tiket," ucap Gio.
"Siap mas!" jawab Satpam itu.

Hujan mulai reda dan kami sudah sampai di taman segar. Kami langsung turun dari bis yang kami tumpangi dan duduk di salah satu kursi yang terletak di sana. Gio mengantarku ke kursi itu.

"Minum ini," ucap Gio kepadaku.
"Apa ini?" tanyaku.
"Jus Jeruk," ucap Gio.
"Terma kasih ya Gi," ucapku.
"Kalau mau nangis, menangislah disini. Aku mau kok dengerin semua keluhanmu," ucap Gio.
"Terma kasih Gi," ucapku.
"Dengan senang hati," jawabnya.

Aku duduk di samping Gio sambil menangis perlahan. Aku tidak dapat menahan air mataku seperti tadi di plaza. Gio memegang bahuku untuk menenangkan perasaanku. Hanya ini yang dapat aku lakukan, yaitu menangis.

***

"Nick, apa yang ingin kamu bicarain denganku?" tanyaku sambil minum jus jeruk di kantin sekolah.
"Aku butuh kepastian, Mik!" ucap Nick.
"Kepastian apa?" tanyaku pura-pula tidak mengerti.
"Aku capek kayak gini terus! Oke, aku sudah gak terlalu marah kalau kamu berteman denggan anak cowok. Tapi, apa yang kemarin-kemarin itu gak berlebihan?" tanya Nick.
"Maafkan aku," ucapku.
"Berapa kali kamu minta maaf? Sekarang, aku ingin tanya satu hal padamu. Apakah kamu sudah tidak sayang lagi padaku?" tanya Nick.
"Kenapa kamu bertanya seperti itu?" tanyaku.
"Aku tahu kalau sekarang kamu sudah tidak sayang padaku. Jangan mengelak lagi!" ucap Nick padaku.
"Maaf kalau kamu berpikir seperti itu padaku," ucapku.
"Sekarang, kamu ingin kita seperti apa? Apakah kamu mau menyudahi hubungan kita? Aku tidak masalah jika kamu ingin seperti itu. Dari awal, aku sudah mengatakan kalau aku akan mengikuti apapun kemauanmu. Semua itu demi kebahagiaan dirimu," ucap Nick.
"Maaf Nick, aku... Aku sudah tidak menyayangimu lagi. Sebenarnya, sudah sejak lama aku menyadari kalau kita bukanlah pasangan yang cocok satu sama lain. Tapi, aku selalu menunda-nunda waktu seperti ini untuk mengatakan perasaanku yang sesungguhnya," ucapku.
"Hah? Apakah ini ada hubungannya dengan kejadian waktu itu di Plaza?" tanya Nick.
"Ini sama sekali bukan karena kejadian waktu itu. Ini benar-benar dari hati terdalamku. Ini benar-benar apa yang dirasakan olleh hatiku. Banyak orang mengatakan bahwa hati tidak mungkin berbohong walau mulut bisa berbohong. Kali ini, aku benar-benar mengatakan apapun yang dirasakan oleh hatiku," ucapku.
"Jadi. mulai sekarang kita mengakhiri hubungan ini?" tanya Nick sekali lagi.
"Iya," ucapku.
"Mika, sekarang aku akan berusaha untuk merelakanmu. Kalau memang ini yang terbaik, pergilah. Carilah pria yang baik di luar sana," ucap Nick.
"Maaf," ucapku
"Boleh aku peluk kamu untuk yang terakhir kalinya?" ucap Nick.
"Terserah kamu," ucapku.

Nick mengambil tas gitarnya, memakainya untuk terakhir kali di hadapanku, memelukku, dan membalikan badannya.

"Oiya Mik," ucap Nick.
"Ya?" tanyaku.
"Besok sampai Rabu aku tidak masuk sekolah," ucap Nick.
"Kenapa?" tanyaku.
"Aku mau mengikuti seleksi di kedutaan," ucap Nick.
"Kedutaan?" tanyaku.
"Iya, aku berencana melanjutkan kuliah gitar di luar negri, itupun kalau keterima. Saingannya banyak sekali dan kursi yang tersedia untuk Indonesia sangat kecil," ucap Nick.
"Oke, semoga sukses ya!" ucapku.
"Terima kasih Mik untuk segalanya. Aku pulang dulu ya! Kamu jaga diri baik-baik. Jangan memaksakan dirimu utnuk bermain piano dan menulis lagu kalau sudah merasa lelah," ucap Nick.
"Oke Nick," ucapku.

Aku duduk di kantin sambil minum segelas jus jeruk dan tiba-tiba Dita menghampiriku dari jauh.
"Dita?" ucapku.
"Hai Mik, baru aja aku pesen jus mangga," ucap Dita.
"Ooo... Davin kemana?" tanyaku.
"Oh, tadi dia diajak main basket sama temen-temennya di lapangan. Tiga minggu lagi kan ada pertandingan melaawan sekolah tetangga," ucap Dita.
"Oooo begitu," ucap Dita.
"Nick udah pulang?" tanya Dita.
"Sudah. Kami sudah putus," ucapku di depan Dita.
"Putus? Kenapa?" ucap Dita.
"Iya, baru saha kami putus dan Nick tidak marah sedikitpun padaku," jawabku.
"Harusnya kamu jujur padanya dari dulu kalau kamu tidak menyukainya. Kamu berusaha menyukainya, tapi ternyata hatimu bukan untuknya. Aku sudah tahu itu, bahkan kamu juga terlihat sering bersepeda dengan Gio di dekat rumahmu," ucap Dita.
"Ih, kamu diam-diam memperhatikanku di depan rumah ya?"' tanyaku.
"Aku tidak sengaja melihat kalian berdua beberapa kali, Ah, andai Davin mengajakku untuk menaiki sepeda juga" ucap Dita.
"Coba saja kamu yang ajak duluan," ucapku.
"Ye... sepeda ku aja udah rusak," jawab Dita.
"Hahahaha," ucapku.
"Eh Mik, kalau aku pikir-pikir, Nick itu cowo yang baik pada dasarnya. Dia tidak jahat seperti apa yang kamu pikirkan dulu. Buktinya, dia tidak marah sama sekali saat kamu mengatakan ingin mengakhiri hubunganmu," ucap Dita.
"Mungkin kebetulan dia sedang baik padaku," ucapku.
"Ih, dibilangin gak percaya banget!" ucap Dita.
"Nick mendaftarkan dirinya untuk mengikuti test penerimaan calon mahasiswa di kedutaan," ucapku.
"Serius?" tanya Dita.
"Iya, jurusan seni musik," jawabku.
"Wow... aku gak menyangka dia berani juga. Padahal, nilai-nilai dia kan banyakan merahnya," ucap Dita.
"Setiap orang bisa berubah dan berusaha," jawabku.
"Eh Mik, pulang yuk!" ucap Dita.
"Yuk!" jawabku.

BERSAMBUNG.....

0 Comments