When I Was Your Man #8

Seoul, 1 minggu kemudian

Kakak beradik Lee telah kembali ke Seoul setelah dirawat di sebuah rumah sakit di kota Suwon. Joo-ahn dan Tae-hwan membantu mereka untuk diantar pulang ke rumah mereka di Seoul.

"Joo-ahn, Tae-hwan, terima kasih ya!' ucaap Ji-hyun.
"Sama-sama," ucap Tae-hwan.
"Ah, adikmu manis sekali!" ucap Ji-hyun.
"Manis? Apakah kamu tidak sedang bercanda?" tanya Tae-hwan.
"Tidak, aku serius!" ucap Ji-hyun.
"Ah noona," ucap Tae-hwan.
"Joo-ahn, terima kasih sudah bersama Ji-hyun beberapa kal iselama di rumah sakit. Aku jadi berhutang budi padamu," ucap In-ho.
"Ah sunbae, tidak usah sungkan seperti itu," ucap Joo-ahn.

Setelah selesai mengantar Ji-hyun dan In-ho pulang ke rumahnya, Joo-ahn harus pergi ke kantor polisi karena polisi ingin mendapatkan keterangan dari Joo-ahn sebagai teman dekat Ji-hyun.

"Hyung, kita mau kemana?" tanya Tae-hwan.
"Ke kantor polisi," jawab Joo-ahn.
"Ha? Untuk apa kita pergi kesana?" tanya Tae-hwan.
"Mereka membutuhkan keterangan dariku. Aku adalah orang yang pernah menolong Ji-hyun delapan tahun yang lalu," ucap Joo-ahn.

Joo-ahn dan Tae-hwan masuk ke dalam kantor polisi. Mereka berdua duduk di hadapan seorang detektif yang menelepon Joo-ahn untuk datang. Tae-hwan hanya diam saja di samping Joo-ahn.

"Jadi, bisa diceritakan kejadian waktu dulu?" tanya detektif Park.
"Waktu itu kami masih kelas 3 sekolah menengah atas. Waktu itu kalau tidak salah kejadiannya setelah jam pulang sekolah. Tiba-tiba Ji-hyun diculik begitu saja saat sedang jalan kaki di sampingku," ucap Joo-ahn.
"Apakah kamu tahu apa tujuan utama penculik itu menculik Ji-hyun?" tanya detektif Park.
"Aku tidak tahu," jawab Joo-ahn.
"Detektif Park, aku sudah mendapat kabar kalau orang yang menabrak tuan Lee Ja-myung adalah penculik yang menculik Ji-hyun," ucap detektif Seo.
"Hmm, ternyata penculik itu tidak hanya menyerang Ji-hyun, tetapi juga menyerang ayahnya. Ini pasti ada hubungannya dengan masalah keluarga mereka," ucap detektif Park.
"Tapi, kalau menyangkut urusan keluarga, kenapa kakak Ji-hyun tidak pernah diculik?" tanya detekfif Seo.
"Hmm.. aku juga tidak tahu, Kita harus mencari tahu lagi," ucap detektif Park.
"Baik detektif Park!" ucap detektif Seo.

***

Joo-ahn duduk di kursi kerjanya bersama anggota tim marketing lainnya. Joo-ahn masih membereskan beberapa dokumen yang harus diperiksa karena Ji-hyun baru saja masuk kerja dan Joo-ahn tidak ingin membebani Ji-hyun yang baru saja diperbolehkan bekerja oleh dokter.

"Ketua, ini semua dokumen yang pernah kamu minta untuk aku perbaiki," ucap Ji-hyun.
"Astaga Ji-hyun, kamu kan baru saja kembali. Kamu tidak harus menyelesaikannya hari ini juga," ucap ketua Kim.
"Baru saja aku ingin membantu tugas dia, tapi dia sudah selesai duluan," ucap Mi-yeon.
"Semalam aku menyelesaikan beberapa," ucap Ji-hyun.
"Kamu seharusnya istirahat saja!" ucap Joo-ahn.
"Kenapa ketua jadi marah kepadaku?" tanya Ji-hyun.
"Yasudah, terima kasih ya sudah selesai. Sekarang, kamu bantu tugas Mi-yeon saja sampai jam pulang kerja," ucap Joo-ahn.
"Baik ketua," ucap Ji-hyun.

Ji-hyun kembali duduk di atas kursi kerjanya. "Kenapa dia marah-marah ya? Kan aku sudah menyelesaikan semuanya," ucap Ji-hyun mendesah.
"Apakah kamu tidak merasa aneh dengannya?" tanya Mi-yeon.
"Aneh kenapa?" tanya Ji-hyun.
"Setiap ada di kantor bersamamu, dia sering marah-marah. Tapi, kalau kalian bersama di luar kantor, dia tidak begitu kan? Bahkan, saat kamu diculik di depan minimarket waktu itu, dia sangat panik, seperti tidak habis memarahimu," ucap Mi-yeon.
"Jadi maksudmu, kamu bingung karena dia terlihat seperti punya dua kepribadian sekaligus ya?" tanya Ji-hyun.
"Iya, aku bingung," ucap Mi-yeon.
"Aku juga. Eh sebentar, ada telepon," ucap Ji-hyun.
"Halo," ucap Sang-ho.
"Sang-ho, apa kabar? Bagaimana pelatihannya? Maaf aku tidak membalas pesanmu waktu itu. Aku baru keluar dari rumah sakit," ucap Ji-hyun.
"Kamu masuk rumah sakit? Kenapa?" tanya Sang-ho pura-pura tidak mengerti.
"Ceritanya panjang. Kamu juga tidak perlu tahu. Aku rasa, setelah kamu kembali dari Jepang, kita perlu bicara," ucap Ji-hyun.
"Soal apa? Baiklah," ucap Sang-ho.

Setelah menerima telepon dari Sang-ho, Ji-hyun kembali memperhatikan apa yang sedang dikerjakan oleh Mi-yeon agar dia tahu dan bisa membantu Mi-yeon.

***

"Ji-hyun?" tanya Joo-ahn saat melihat ada seorang wanita berambut panjang hitam sedang makan di kantin sendirian.
"Ketua?" tanya Ji-hyun.
"Kenapa makan sendirian?" tanya Joo-ahn sambil menarik kursi yang ada di hadapan Ji-hyun dan meletakan piring di atas meja yang sama dengan Ji-hyun.
"Kenapa ketua duduk disini?" tanya Ji-hyun.
"Kenapa? Kita kan saling kenal," ucap Joo-ahn.
"Bukan begitu maksudku," ucap Ji-hyun.
"Lalu apa? Bukankah kamu yang memintaku untuk jangan pergi? Apakah kamu sudah lupa?" tanya Joo-ahn.
"Apa? Anggap saja waktu itu aku sedang asal bicara dan melantur tidak jelas," ucap Ji-hyun.
"Oke, aku pindah ke meja kosong ya?" tanya Joo-ahn.
"Ketua, tunggu! Jangan pergi," ucap Ji-hyun.
"Tuh kan, kamu tidak ingin aku pergi kan? Apa karena tidak ada Sang-ho disini?" tanya Joo-ahn.
"Aduh, bukan itu maksudnya! Sudahlah, lebih baik kita makan saja," ucap Ji-hyun.

Hari ini Joo-ahn senang karena Ji-hyun bersemangat untuk makan siang, tidak seperti waktu masih di rumah sakit. Bahkan, hari ini Ji-hyun makan lebih banyak dari pada sebelumnya. Dia tidak lagi memilih-milih makanan seperti Ji-hyun yang dia kenal dulu.

"Kenapa kamu jadi suka wortel?" tanya Joo-ahn.
"Aku sendiri tidak tahu, Tiba-tiba aku mau makan wortel," ucap Ji-hyun.
"Bagus kalau kamu sudah tidak pilih-pilih makanan lagi," ucap Joo-ahn.
"Ketua, kamu masih ingat tentang aku sewaktu dulu ya?" tanya Ji-hyun.
"Tentu saja! Sewaktu dulu hanya aku yang memperhatikanmu selain keluargamu," ucap Joo-ahn.
"Ketua, aku minta maaf," ucap Ji-hyun.
"Minta maaf untuk apa?" tanya Joo-ahn.
"Dulu saat kamu datang ke depan rumahku dan ingin kita kembali berhubungan lagi, aku mengusirmu. Seharusnya, aku bisa bicara lebih baik lagi padamu," ucap Ji-hyun.
"Ah, itu kan masa lalu. Semua orang bisa berubah dan semua orang pernah berbuat salah di masa lalu. Sudahlah, lupakan saja," ucap Joo-ahn.
"Jadi, kamu tidak marah? Lalu, kenapa kamu sering memarahiku di ruang kerja lantai atas?" tanya Ji-hyun.
"Karena... karena aku mencintaimu," ucap Joo-ahn.
"Apa?" tanya Ji-hyun.
"Ji-hyun, tidak bisakah kita kembali lagi? Aku merindukanmu," ucap Joo-ahn.
"Ketua, sudah aku bilang kalau aku akan menikah," ucap Ji-hyun.
"Aku akan terus menunggumu," ucap Joo-ahn.

Ji-hyun dan Joo-ahn melanjutkan makan siang mereka. Sesekali Joo-ahn mengecek ponselnya kalau saja ada pesan dari detektif Park mengenai kasus penculikan Ji-hyun yang baru saja terjadi.

"Ji-hyun, ada kabar dari detektif park," ucap Joo-ahn.
"Ada apa?" tanya Ji-hyun.
"Katanya dia ingin memberi tahu di kantor mereka saja," ucap Joo-ahn.
"Ketua, aku ikut ke kantor polisi nanti malam ya!" ucap Ji-hyun.
"Baiklah," jawab Joo-ahn.

***

"Ada kabar apa detektif?" tanya Joo-ahn.
"Kami sudah menganalisa. Ternyata benar, penculik itu yang mencelakakan ayahmu, nona Lee," ucap detektif Park.
"Lalu?" tanya Ji-hyun.
"Orang itu mengalami gangguan jiwa. Aku telah bertanya ke ahli psikologi menurut keterangan yang kemarin kamu katakan kepadaku. Bagaimana tidak, dia dulu menculik ibumu sewaktu kamu masih dibawah lima tahun. Setelah itu, dia juga pernah menculikmu sewaktu masih sekolah dan sekarang menculikmu lagi setelah mencelakakakn ayahmu. Apalagi mendengarmu mengatakan bahwa alasan utamanya adalah karena dendam dengan ayahmu yang merebut ibumu dari dia. Seharusnya, kalau dendam seperti itu tidak perlu sampai mencelakakan orang lain atau menculik, bahkan dia melakukan tindak kekerasan terhadap kakakmu," ucap detektif Park.
"Apakah orang itu sudahh tertangkap?" tanya Joo-ahn.
"Sudah. Baru saja tiga jam yang lalu polisi di Suwon berhasil menangkapnya. Polisi disana juga memeriksa ponsel milik pria itu dan anehnya, ada pembicaraan mencurigakan di dalam ponsel itu yang tidak diketahui berbicara dengan siapa. Yang jelas, seseorang membayar penculik itu untuk menculikmu," ucap detektif park.
"Jadi, bisa saja orang lain yang menyuruh penculik itu untuk menculik aku?" tanya Ji-hyun.
"Bisa jadi. Kalau kita berhasil menemukan pelakunya, kita juga akan menahan orang itu," ucap detektif Park.
"Detektif Park, sudah ketemu!" ucap detektif Seo.
"Apanya yang sudah ketemu?" tanya detektif Park.
"Lokasi ponsel dari orang yang punya akun samaran itu. Orang itu berada di luar Korea, di Jepang. Mungkin sedang kabur," ucap detektif Seo.
"Apakah kamu berhasil melacak nama asli orang itu?" tanya detektif Park.
"Kalau itu aku belum bisa. Kita harus memanggil ahli di bidang teknologi," ucap detektif Seo.
"Detektif Park, kita pamit pergi dulu ya," ucap Joo-ahn.
"Baiklah, nanti aku kasih kabar kalau ada perkembangan," ucap detektif Park.

Setelah mereka keluar dari kantor polisi, mereka jalan-jalan sebentar di sekitar kantor polisi. Joo-ahn membawa Ji-hyun ke salah satu kedai yang biasa dikunjunginya bersama Tae-hwan sewaktu dulu.

"Ini kedai apa?" tanya Ji-hyun.
"Ini kedai yang menjual jjajangmyun. Aku dan Tae-hwan dulu sering kesini setelah dia selesai les gitar," ucap Joo-ahn.

Ji-hyun dan Joo-ahn membeli jjajangmyun satu porsi. Ji-hyun yang memintanya untuk memesan satu porsi saja karena tidak ingin banyak makan malam.

"Terima kasih," ucap Ji-hyun saat pemilik kedai mengantarkan pesanan mereka.
"Mashita!" ucap Joo-ahn.
"Mashita!" ucap Ji-hyun.
"Ji-hyun, kenapa kamu selalu menabrak sumpitku?" tanya Joo-ahn.
"Bukan aku yang memulainya. Kamu duluan!" ucap Ji-hyun.
"Aku? Aku tidak menabrak sumpitmu!" ucap Joo-ahn.
"Yakin?" tanya Ji-hyun.
"Ji-hyun," ucap Joo-ahn.
"Apa?" tanya Joo-ahn.

Joo-ahn mengambil selembar tisu yang ada di atas meja, lalu memebersihkan pinggir bibir Ji-hyun yang belepotan karena makan jjajangmyun. Ji-hyun jadi merasa malu dan langsung berdiri dan meninggalkan meja makan mereka.

"Oiya, sebelum aku lupa. Hari ini dompetku tertinggal, jadi maafkan aku tidak bisa ikut membayar jjajangmyun kita," ucap Ji-hyun yang kemudian pergi keluar.
"Ji-hyun, tunggu!' ucap Joo-ahn.

Ji-hyun berlari menuju sebuah taman dekat jalan itu. Ji-hyun duduk sendiri di atas ayunan sambil memikirkan perasaannya sendiri.

"Apakah aku mencintainya melebihi pacarku sendiri?" desah Ji-hyun sambil menangis.
"Ji-hyun!" teriak Joo-ahn sambil berlari mencari Ji-hyun.
"Ji-hyun!" ucap Joo-ahn sambil memeluk tubuh Ji-hyun dari belakang.
"Joo-ahn," ucap Ji-hyun.
"Kenapa kamu tiba-tiba pergi keluar dari kedai?" tanya Joo-ahn.
"Karena, aku rasa aku belum bisa sepenuhnya melepaskanmu," ucap Ji-hyun.
"Ji-hyun..." ucap Joo-ahn kaget.
"Selama ini aku berusaha semampuku untuk mengabaikan perasaanku dan menjadi pacar Sang-ho yang baik padaku. Karena kami sudah lama berteman, aku rasa kalau kami menikah, kami tidak akan canggung," ucap Ji-hyun.
"Jadi, apakah kamu ingin kembali kepadaku?" tanya Joo-ahn.
"Seandainya aku bisa. Aku tidak ingin melukai perasaan Sang-ho juga. Aku dan dia sudah berjanji untuk menikah. Bahkan, aku sudah berjanji di depan kedua orang tua kami. Selain itu, sewaktu kita belum kenal, aku pernah mengatakan dihadapannya kalau aku ingin menikah dengannya. Mana mungkin aku menghianati kata-kataku sendiri dan meninggalkannya begitu saja?" tanya Ji-hyun.

Joo-ahn melepaskan pelukannya dan sedih. Air matanya mengalir dan tidak dapat berkata-kata lagi. Pupus sudah harapannya untuk bersama dengan Ji-hyun yang sudah lama dinantinya.

"Maaf," ucap Ji-hyun.

BERSAMBUNG.....

0 Comments